Jumat, 11 Mei 2018

KONSERVASI ARSITEKTUR


KONSERVASI ARSITEKTUR
MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL




            Konservasi Arsitektur dalam pertumbuhannya di Indonesia diterapkan pada beberapa beberapa bangunan. Dalam perjalanannya, penyelamatan suatu obyek konservasi adalah bentuk apresiasi pada perjalanan sejarah bangsa, pendidikan, dan pembangunan wawasan intelektual bangsa antar generasi. Konservasi suatu bangunan kolonial tidak diartikan sebagai  suatu cara mengenang kolonialisme dan ketidakberdayaan bangsa. Namun menjadi tantangan tersendiri untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan mengisi karya yang lebih baik.

Pelestarian dari Arsitektur Kolonial bertujuan untuk mengenang kembali perjuangan dalam mengangkat harga diri bangsa dalam proses kemerdekaan. Maka dari itu perlu adanya Konservasi Arsitektur, salah satunya pada bangunan Museum Kebangkitan Nasional yang ada di Jakarta Pusat. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Museum Kebangkitan Nasional, maka harus memahami definisi dari Konservasi Arsitektur. Berikut adalah penjabaran singkat mengenai Konservasi Arsitektur.

KONSERVASI ARSITEKTUR

Konservasi secara umum diartikan pelestarian namun demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki serangkaian pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981 yang dikenal dengan Burra Charter. Burra Charter menyebutkan "konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatutempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik." Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.



Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan keaslian dan perawatannya, namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan tercapai namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi pemakainya. Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan ini membutuhkan upaya lintas sektoral, multidimensi dan disiplin, serta berkelanjutan. Dan pelestarian merupakan upaya untuk menciptakan pusaka budaya masa mendatang (future heritage), seperti kata sejarawan bahwa sejarah adalah masa depan bangsa.

Suatu bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan konservasi atau cagar budaya sehingga dikenai aturan untuk melestarikannya mengacu pada kriteria yang telah ditentukan. Pasca monumen ordonansi yang dijadikan keketapan hukum pada jaman pemerintahan Hindia Belanda maka pemerintah Republik Indonesia membuat Undang Undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam UU No. 5  bab 1 pasal 1 tersebut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah: 
1.     Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2.     Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Bangunan cagar budaya sendiri dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
1.     Bangunan cagar budaya Golongan A (Utama), yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi empat kriteria dan harus dipertahankan dengan cara preservasi.
2.     Bangunan cagar budaya Golongan B (Madya), yaitu bangunan cagar budaya yang   memenuhi 3 kriteria dan bangunan cagar budaya ini dapat dilakukan pemugaran dengan cara   restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi.
3.     Bangunan cagar budaya Golongan C (Pratama), yaitu bangunan cagar budaya yang ` museum – museum yang ada di gedung ini dilebur menjadi satu menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Kantor – kantor yang sebelumnya berada di dalam gedung dipindah keluar gedung dan runagan – ruangan kosong didalamnya digunakan untuk pengembangan pameran museum.

MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL




PROFIL
Museum Kebangkitan Nasional merupakan museum sejarah yang menyajikan benda-benda serta informasi yang berkaitan dengan Sejarah Kebangkitan Nasional. Museum Kebangkitan Nasional berlokasi di jalan Dr. Abdul Rahman Saleh No. 26 Jakarta Pusat, menempati pada sebuah komplek gedung peninggalan kolonial Belanda yang pada masa itu dikenal dengan "STOVIA" (School Tot Opleiding Van Inlands Artsen) yaiitu Sekolah Kedokteran Bumi Putera.

Di Gedung inilah Pemuda Pelajar STOVIA mempelopori bangkitnya nasionalisme Indonesia melalui pendirian organisasi pergerakan "Boedi Petomo" pada 20 Mei 1908. Berdirinya Boedi Oetomo kemudian berkelanjutan dengan bermunculnya organisasi-organisasi pergerakan lainnya, seperti Indistje Partij, Sjarikat Islam, Muhammadiyah, Perhimpunan Indonesia, Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Sumateran Bond, Jong Minahasa, da lain-lain.

SEJARAH SINGKAT

STOVIA merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan kedokteran Sekolah Dokter Jawa yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah Sakit Militer Weltevreeden (sekarang Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto). Sekolah Dokter Jawa menempati salah satu bangunan yang ada dalam rumah sakit militer, karena pengajarnya merangkap sebagai dokter di rumah sakit tersebut. Aktifitas pendidikan dan asrama Sekolah Dokter Jawa yang berlangsung setiap hari dinilai mengganggu kenyamanan rumah sakit, karena itu dewan pengajar memutuskan untuk memindahkannya dari lingkungan rumah sakit militer Weltevreden. Tahun 1899 Direktur Sekolah Dokter Jawa Dokter H.F. Rool, mulai melaksanakan pembangunan gedung baru disamping rumah sakit militer.

Pada tanggal 1 Maret 1902 gedung tersebut secara resmi digunakan untuk pendidikan kedokteran dan asrama yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas yang dibutuhkan oleh penghuninya. Gedung baru tersebut menjadi tempat belajar dan tempat tinggal yang menyenangkan, karena lingkungan sekitar gedung sangat asri. Halaman gedung dipenuhi hamparan rumput diselingi dengan taman-taman yang indah. Pemanfaatan gedung baru menandai terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan kedokteran di Hindia Belanda, Sekolah Dokter Jawa diganti menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Bumiputra dengan masa pendidikan 9 tahun.

Seiring dengan perkembangan zaman gedung STOVIA dianggap tidak representatif lagi untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan dokter, karena itu pemerintah Hindia Belanda membangun gedung baru di Salemba yang bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (sekarang menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Gedung tersebut menjadi tempat pendidikan kedokteran merangkap rumah sakit, peralatan kedokteran yang ada didalamnya sama dengan yang ada di Eropa. Tahun 1926 gedung STOVIA tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan, semua aktifitas pendidikan kedokteran dipindahkan ke Salemba termasuk asrama para pelajarnya. Pemerintah kolonial HINDIA Belanda kemudian memanfaatkan gedung STOVIA sebagai tempat pendidikan sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang berarti pendidikan dasar lebih luas atau setara dengan SMP dimasa sekarang.

PERISTIWA PENTING
  1. Bulan Desember 1907 Dokter Wahidin Soedirohoesodo mengadakan ceramah tentang Studie Founds (beasiswa) dihadapan pelajar STOVIA.
  2. Tanggal 20 Mei 1908 pelajar STOVIA mendeklarasikan berdirinya organisasi modern pertama Boedi Oetomo.
  3. Tanggal 7 Maret 1915 Pelajar STOVIA mendirikan organisasi kepemudaan pertama Tri Koro Dharmo.
  4. Tanggal 6 April 1973 Gedung STOVIA mulai dipugar oleh pemerintah DKI Jakarta.
  5. Tanggal 20 Mei 1974 Presiden Soeharto meresmikan pemanfaatan Gedung Kebangkitan Nasional.
  6. Tanggal 12 Desember 1983 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bangunan bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional sebagai Cagar Budaya.
  7. Tanggal 7 Februari 1984 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan sebuah museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.
  8. Tanggal 13 Desember 2001 Museum Kebangkitan Nasional menjadi Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
  9. Tahun 2012 sampai sekarang Museum Kebangkitan Nasional menjadi Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
PEMBAGIAN RUANG

1.  RUANG PENGENALAN
Ruangan ini berisi ilustrasi masuknya bangsa barat ke Indonesia hingga munculnya perlawanan – perlawanan yang bersifat kedaerahan.


2. RUANG AWAL PERGERAKAN NASIONAL
Ruangan ini menggambarkan bangkitnya pergerakan nasional yang menampilkan :

·                Peragaan Kelas STOVIA
·                Pembelaan HF. Roll
·                Patung pelajar STOVIA yang menggambarkan proses belajar mengajar

 3. RUANG KESADARAN NASIONAL
Ruang ini menggambarkan kesadaran berbangsan dan bernegara yang menampilkan perjuangan R.A. Kartini, Wahidin, Dewi Sartika dan lain – lain. Koleksi yang terdapat pada ruangan ini diantaranya meja kursi makan pelajar STOVIA dan Peralatan kedokteran



 4. RUANG PERGERAKAN NASIONAL
Ruang ini menggambarkan tentang perjalanan dari awal pergerakan nasional yang ditandai dengan berdirinya organisasi seperti Budi Utomo, Indische Partij, Muhammadiyah dan lain – lain. Koleksi yang ada di ruangan ini diantaranya :

·                Diorama pertemuan Wahidin, Sutomo, dan Suradji
·                Dioramaberdirinya Budi Utomo
·                Foto – foto organisasi awal kebangkitan
·                Vandel – vandel
·                Foto – foto organisasi pemuda

5.  RUANG PROPAGANDA STUDIE FONDS
Ruangan ini menggambarkan suasana pertemuan Wahidin dengan para pelajar STOVIA yang umumnya sangat tertinggal dalam hal pendidikan sehingga muncul ide pembentukan Studie Fonds. Koleksi yang ada di ruangan ini adalah :

·                Lukisan perjalanan Dr. Wahidin
·                Patung Dr. Wahidin
·                Patung pelajar STOVIA


 6.  RUANGAN MEMORIAL BOEDI OETOMO
Saat baru memasuki museum, maka akan menjumpai sebuah patung. Itulah patung R. Soetomo, salah satu lulusan STOVIA. Soetomo merupakan pendiri sekaligus ketua dari organisasi bernama Boedi Oetomo. Boedi Oetomo adalah organisasi modern pertama di Indonesia, beranggotakan para pemuda dan didirikan pada 20 Mei 1908. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Hari Kebangkitan Nasional. Sebelumnya ruangan ini disebut ruang Praktek Anatomi dan menjadi ruangan paling bersejarah karena di ruang ini Budi Utomo dibentuk pada 20 Mei 1908. Koleksi yang ada di ruangan ini diantaranya :

·                Lukisan Wahidin Sudirohusodo
·                Kerangka manusia yang digunakan praktek pelajar STOVIA
·                Kursi kuliah STOVIA
·                Patung dada pendiri Budi Utomo
·                Foto kegiatan pelajar STOVIA
·                Lukisan situasi perkumpulan Budi Utomo

 7. RUANG PERS
Ruang pers menggambarkan tentang perjalanan Pers Perjuangan di Indonesia. Koleksi yang ada di ruangan ini diantaranya :

·                Tokoh pers
·                Vandel berbagai macam alat cetak
·                Mesin tik
·                Tustel
·                Foto – foto



SUMBER
  • ·      https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Kebangkitan_Nasional
  • ·      https://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi
  • ·      http://muskitnas1908.id