KONSERVASI ARSITEKTUR
MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL
Konservasi Arsitektur dalam
pertumbuhannya di Indonesia diterapkan pada beberapa beberapa bangunan. Dalam
perjalanannya, penyelamatan suatu obyek konservasi adalah bentuk apresiasi pada
perjalanan sejarah bangsa, pendidikan, dan pembangunan wawasan intelektual
bangsa antar generasi. Konservasi suatu bangunan kolonial tidak diartikan
sebagai suatu cara mengenang
kolonialisme dan ketidakberdayaan bangsa. Namun menjadi tantangan tersendiri
untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan mengisi karya yang
lebih baik.
Pelestarian
dari Arsitektur Kolonial bertujuan untuk mengenang kembali perjuangan dalam
mengangkat harga diri bangsa dalam proses kemerdekaan. Maka dari itu perlu
adanya Konservasi Arsitektur, salah satunya pada bangunan Museum Kebangkitan
Nasional yang ada di Jakarta Pusat. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Museum
Kebangkitan Nasional, maka harus memahami definisi dari Konservasi Arsitektur.
Berikut adalah penjabaran singkat mengenai Konservasi Arsitektur.
KONSERVASI
ARSITEKTUR
Konservasi secara umum diartikan pelestarian
namun demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki
serangkaian pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Istilah konservasi yang
biasa digunakan para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of
Monuments and Site (ICOMOS) tahun 1981 yang dikenal dengan Burra Charter. Burra
Charter menyebutkan "konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatutempat
atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya
terpelihara dengan baik." Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih
spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan
konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan
situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila
dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup
suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang
tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.
Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak
hanya dipertahankan keaslian dan perawatannya, namun tidak mendatangkan nilai
ekonomi atau manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian
yang dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan tercapai
namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi pemakainya. Dalam
hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang sesuai karena
tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang dilakukan ini membutuhkan
upaya lintas sektoral, multidimensi dan disiplin, serta berkelanjutan. Dan
pelestarian merupakan upaya untuk menciptakan pusaka budaya masa mendatang
(future heritage), seperti kata sejarawan bahwa sejarah adalah masa depan
bangsa.
Suatu
bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan konservasi atau cagar budaya sehingga
dikenai aturan untuk melestarikannya mengacu pada kriteria yang telah
ditentukan. Pasca monumen ordonansi yang dijadikan keketapan hukum pada jaman
pemerintahan Hindia Belanda maka pemerintah Republik Indonesia membuat Undang
Undang No. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam UU No. 5 bab
1 pasal 1 tersebut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan benda cagar budaya
adalah:
1.
Benda buatan manusia, bergerak atau tidak
bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa
sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang
khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2.
Benda alam yang dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Bangunan
cagar budaya sendiri dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
1.
Bangunan cagar budaya Golongan A (Utama),
yaitu bangunan cagar budaya yang memenuhi empat kriteria dan harus
dipertahankan dengan cara preservasi.
2.
Bangunan cagar budaya Golongan B (Madya),
yaitu bangunan cagar budaya yang
memenuhi 3 kriteria dan bangunan cagar
budaya ini dapat dilakukan pemugaran dengan cara
restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi.
3.
Bangunan cagar budaya Golongan C (Pratama),
yaitu bangunan cagar budaya yang ` museum – museum
yang ada di gedung ini dilebur menjadi satu menjadi Museum Kebangkitan
Nasional. Kantor – kantor yang sebelumnya berada di dalam gedung dipindah
keluar gedung dan runagan – ruangan kosong didalamnya digunakan untuk
pengembangan pameran museum.
MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL
PROFIL
Museum Kebangkitan Nasional merupakan museum sejarah yang
menyajikan benda-benda serta informasi yang berkaitan dengan Sejarah
Kebangkitan Nasional. Museum Kebangkitan Nasional berlokasi di jalan Dr. Abdul
Rahman Saleh No. 26 Jakarta Pusat, menempati pada sebuah komplek gedung
peninggalan kolonial Belanda yang pada masa itu dikenal dengan
"STOVIA" (School Tot Opleiding Van Inlands Artsen) yaiitu Sekolah
Kedokteran Bumi Putera.
Di Gedung inilah Pemuda Pelajar STOVIA mempelopori bangkitnya
nasionalisme Indonesia melalui pendirian organisasi pergerakan "Boedi
Petomo" pada 20 Mei 1908. Berdirinya Boedi Oetomo kemudian berkelanjutan
dengan bermunculnya organisasi-organisasi pergerakan lainnya, seperti Indistje
Partij, Sjarikat Islam, Muhammadiyah, Perhimpunan Indonesia, Trikoro Dharmo
(Jong Java), Jong Sumateran Bond, Jong Minahasa, da lain-lain.
SEJARAH
SINGKAT
STOVIA
merupakan penyempurnaan dari sistem pendidikan kedokteran Sekolah Dokter Jawa
yang didirikan pada tahun 1851 di Rumah Sakit Militer Weltevreeden (sekarang
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto). Sekolah Dokter Jawa menempati
salah satu bangunan yang ada dalam rumah sakit militer, karena pengajarnya
merangkap sebagai dokter di rumah sakit tersebut. Aktifitas pendidikan dan
asrama Sekolah Dokter Jawa yang berlangsung setiap hari dinilai mengganggu
kenyamanan rumah sakit, karena itu dewan pengajar memutuskan untuk
memindahkannya dari lingkungan rumah sakit militer Weltevreden. Tahun 1899
Direktur Sekolah Dokter Jawa Dokter H.F. Rool, mulai melaksanakan pembangunan
gedung baru disamping rumah sakit militer.
Pada tanggal
1 Maret 1902 gedung tersebut secara resmi digunakan untuk pendidikan kedokteran
dan asrama yang dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas yang dibutuhkan oleh
penghuninya. Gedung baru tersebut menjadi tempat belajar dan tempat tinggal
yang menyenangkan, karena lingkungan sekitar gedung sangat asri. Halaman gedung
dipenuhi hamparan rumput diselingi dengan taman-taman yang indah. Pemanfaatan
gedung baru menandai terjadinya perubahan dalam sistem pendidikan kedokteran di
Hindia Belanda, Sekolah Dokter Jawa diganti menjadi School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Dokter Bumiputra dengan masa pendidikan
9 tahun.
Seiring
dengan perkembangan zaman gedung STOVIA dianggap tidak representatif lagi untuk
dijadikan sebagai tempat pendidikan dokter, karena itu pemerintah Hindia
Belanda membangun gedung baru di Salemba yang bernama Centrale Burgerlijke
Ziekeninrichting (sekarang menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Gedung
tersebut menjadi tempat pendidikan kedokteran merangkap rumah sakit, peralatan
kedokteran yang ada didalamnya sama dengan yang ada di Eropa. Tahun
1926 gedung STOVIA tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan pendidikan, semua
aktifitas pendidikan kedokteran dipindahkan ke Salemba termasuk asrama para
pelajarnya. Pemerintah kolonial HINDIA Belanda kemudian memanfaatkan gedung
STOVIA sebagai tempat pendidikan sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)
yang berarti pendidikan dasar lebih luas atau setara dengan SMP dimasa
sekarang.
PERISTIWA
PENTING
- Bulan Desember 1907 Dokter Wahidin
Soedirohoesodo mengadakan ceramah tentang Studie Founds (beasiswa)
dihadapan pelajar STOVIA.
- Tanggal 20 Mei 1908 pelajar STOVIA mendeklarasikan
berdirinya organisasi modern pertama Boedi Oetomo.
- Tanggal 7 Maret 1915 Pelajar STOVIA mendirikan
organisasi kepemudaan pertama Tri Koro Dharmo.
- Tanggal 6 April 1973 Gedung STOVIA mulai
dipugar oleh pemerintah DKI Jakarta.
- Tanggal 20 Mei 1974 Presiden Soeharto
meresmikan pemanfaatan Gedung Kebangkitan Nasional.
- Tanggal 12 Desember 1983 Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan menetapkan bangunan bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional
sebagai Cagar Budaya.
- Tanggal 7 Februari 1984 pemerintah melalui
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan sebuah museum di dalam
Gedung Kebangkitan Nasional dengan nama Museum Kebangkitan Nasional.
- Tanggal 13 Desember 2001 Museum Kebangkitan
Nasional menjadi Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata.
- Tahun 2012 sampai sekarang Museum Kebangkitan
Nasional menjadi Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
PEMBAGIAN
RUANG
1. RUANG
PENGENALAN
Ruangan ini berisi ilustrasi masuknya bangsa barat ke
Indonesia hingga munculnya perlawanan – perlawanan yang bersifat kedaerahan.
2. RUANG AWAL
PERGERAKAN NASIONAL
Ruangan ini menggambarkan bangkitnya pergerakan nasional yang
menampilkan :
·
Peragaan Kelas STOVIA
·
Pembelaan HF. Roll
·
Patung pelajar STOVIA yang
menggambarkan proses belajar mengajar
Ruang ini menggambarkan kesadaran berbangsan dan bernegara
yang menampilkan perjuangan R.A. Kartini, Wahidin, Dewi Sartika dan lain –
lain. Koleksi yang terdapat pada ruangan ini diantaranya meja
kursi makan pelajar STOVIA dan Peralatan kedokteran
Ruang ini menggambarkan tentang perjalanan dari awal
pergerakan nasional yang ditandai dengan berdirinya organisasi seperti Budi
Utomo, Indische Partij, Muhammadiyah dan lain – lain. Koleksi yang ada di ruangan
ini diantaranya :
·
Diorama pertemuan Wahidin, Sutomo,
dan Suradji
·
Dioramaberdirinya Budi Utomo
·
Foto – foto organisasi awal
kebangkitan
·
Vandel – vandel
·
Foto – foto organisasi pemuda
5. RUANG
PROPAGANDA STUDIE FONDS
Ruangan ini menggambarkan suasana pertemuan Wahidin dengan
para pelajar STOVIA yang umumnya sangat tertinggal dalam hal pendidikan
sehingga muncul ide pembentukan Studie Fonds. Koleksi yang ada di ruangan ini
adalah :
·
Lukisan perjalanan Dr. Wahidin
·
Patung Dr. Wahidin
·
Patung pelajar STOVIA
Saat baru memasuki museum, maka akan menjumpai
sebuah patung. Itulah patung R. Soetomo, salah satu lulusan STOVIA. Soetomo
merupakan pendiri sekaligus ketua dari organisasi bernama Boedi Oetomo. Boedi
Oetomo adalah organisasi modern pertama di Indonesia, beranggotakan para pemuda
dan didirikan pada 20 Mei 1908. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
Hari Kebangkitan Nasional. Sebelumnya ruangan
ini disebut ruang Praktek Anatomi dan menjadi ruangan paling bersejarah karena
di ruang ini Budi Utomo dibentuk pada 20 Mei 1908. Koleksi yang ada di ruangan
ini diantaranya :
·
Lukisan Wahidin Sudirohusodo
·
Kerangka manusia yang digunakan
praktek pelajar STOVIA
·
Kursi kuliah STOVIA
·
Patung dada pendiri Budi Utomo
·
Foto kegiatan pelajar STOVIA
·
Lukisan situasi perkumpulan Budi
Utomo
Ruang pers menggambarkan tentang perjalanan Pers Perjuangan
di Indonesia. Koleksi yang ada di ruangan ini diantaranya :
·
Tokoh pers
·
Vandel berbagai macam alat cetak
·
Mesin tik
·
Tustel
·
Foto – foto
SUMBER
- · https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Kebangkitan_Nasional
- · https://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi
- · http://muskitnas1908.id