TUNTASKAN KUMUH
MENUJU KOTA LAYAK HUNI
Setelah kita melihat gambar
tabel perbandingan disamping yang sumber datanya diambil dari CIA World
Factbook pada tahun 2004 kita dapat mengetahui bahwa Negara
Indonesia menduduki posisi keempat negara dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia, Setelah pada posisi pertama ditempati China, kemudian India, dan
Amerika.
Dari gambar tabel grafik Jumlah Penduduk
Indonesia yang bersumber dari Badan Sensus Penduduk kita mengetahui bahwa
pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat. Karena pada zaman
Orde Lama saja Jumlah penduduk Indonesia 97,1 juta jiwa dan pada akhir tahun
2010 jumlahnya dua kali lipat pnduduk jumlah penduduk Indonesia semenjak
kemerdekaan yakni degan jumlah 237,6 juta jiwa.
Dan disini kita dapat menganalisa pertambahan
jumlah penduduk Indonesia. Dilihat dari angka rata-rata kenaikan jumlah
penduduk yang dalam setiap 10 tahun berkisar 32 juta jiwa. Maka kita dapat
mengambil kesimpulan pertambahan penduduk pertahunnya adalah 2,6 juta jiwa.
Jadi Jumlah Penduduk Indonesia tahun 2013 sebesar 245,4 juta jiwa.
Kemudian Jumlah Penduduk Indonesia tahun 2014 sebesar 248 juta jiwa
Setelah kita melihat gambar diagram diatas
kita dapat mengambil kesimpulan bahwa meskipun pertumbuhan jumlah penduduk
Indonesia yang selalu meningkat terus, akan tetapi tidak dibarengi dengan upaya
persebaran penduduk secara merata. Terlihat bahwa pulau Jawa merupakan wilayah
yang memiliki populasi penduduk Indonesia paling banyak.
DKI Jakarta menjadi kota yang kepadatan
penduduknya sudah diakui dengan sebutan kota “metropolitan” yang menjadi pusat
kegiatan perkantoran dan bisnis. Dari kota lain masyarakat akan
berbondong-bondong ke Jakarta untuk berusaha dan mengubah nasib. Perubahan
kepadatan penduduk berangsur-angsur meningkat hingga menimbulkan pembagian
pekerjaan yang tidak merata. Banyaknya kemiskinan tak dapat dihindari.
Dengan pertumbuhan yang bisa dikatakan
tinggi apabila tidak diiringi dengan kebijakan pemerintah maka akan menimbulkan
beberapa dampak negatif salah satunya adalah meningkatnya permukiman kumuh. Jadi,
bagaimana keadaan permukiman kumuh? Apa dampaknya untuk lingkungan? Mari kita
memahami lebih dalam mengenai permukiman kumuh.
PENGERTIAN PEMUKIMAN KUMUH
UU
No. 1 Tahun 2011 tentang PKP
Permukiman Kumuh adalah permukiman yang
tidak kayak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan
yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak
memenuhi syarat
UU No. 4 Pasal 22 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman.
Permukiman kumuh adalah
permukiman yang tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang
tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat
tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit
lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan
yang memadai, membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya.
Beberapa indikator yang dapat dipakai
untuk mengetahui apakah sebuah Permukiman tergolong kumuh atau tidak adalah
diantaranya dengan melihat :
- Tingkat kepadatan Permukiman
- Kepemilikan laban
- Kualitas drains
- Ketersedian air bearish
- Kondisi air limbs
- Kondisi persampahan
- Kualitas sarana dan prasarana yang ada dalam permukiman tersebut.
Data quick count survey
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menunjukkan hingga Oktober
2014, terdapat 38.431 Ha yang tersebar di negeri ini. Itu tandanya masih banyak
penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di Permukiman kumuh. Dari data tersebut, Indonesia bisa terbilang sangat erat kaitannya dengan permasalahan ini. Lulu apa saja penyebab permukiman kumuh? Berikut penjelasannya.
FAKTOR PENYEBAB PERMUKIMAN KUMUH
1. Pola Pikir Penduduk Yang Statis
Penduduk beranggapan bahwa hidup di
kota mampu memberikan pekerjaan yang layak. Dengan itu mereka pergi ke
kota tanpa mempertimbangkan kualitas pendidikan yang ia miliki. Oleh kebab itu terjadi kesenjangan kehidupan masyarakat yang membuat masyarakat tidak mampu untuk memaksakan hidup dan tinggal di kota dengan berbagai cara. Salah satu contohnya mendirikan rumah di bantaran sungai dan pinggir rel kereta api.
2.
Faktor Migrasi dan Urbanisasi
Migrasi atau urbanisasi intinya adalah
perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain. Bagi kota yang mulai
padat penduduknya, pertambahan penduduk tiap tahunnya jauh melampaui penyediaan
kesempatan kerja didalam wilayahnya sehingga dirasakan menambah berat permasalahan
kota. Tekanan ekonomi dan kepadatan tinggal bagi kaum urban memaksa mereka
menempati daerah-daerah pinggiran (slum area) hingga membentuk lingkungan
permukiman kumuh.
3. Faktor Lahan di Perkotaan
Pertumbuhan dan perkembangan kota yang
sangat pesat telah menyebabkan berbagai persoalan serius diantaranya adalah
permasalahan perumahan. Permasalahan perumahan sering disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara penyediaan unit hunian bagi kaum mampu dan kaum tidak
mampu di perkotaan. Di samping itu sebagqi kaum yang tidak kurang mampu mereka
tidak menguasai pendidikan untuk menopang kehidupannya, sehingga kaum yang
kurang mampu ini tidak mampu untuk membeli hunian lalu mereka memilih untuk
tinggal di Permukiman kumuh.
4.
Faktor Sosial Ekonomi
Pada umumnya penduduk di Permukiman kumuh
ini adalah mereka yang berpendapatan rendah karena keterbatasan lapangan
pekerjaan. Dengan pendapatan rendah maka mereka tidak mempunyai kemampuan untuk
membeli rumah layak huni.
5.
Faktor Sosial Budaya
Struktur sosial penghuni lingkungan
permukiman sangat majemuk dengan beragam norma-norma sosialnya masing-masing.
Keragaman ini kadang-kadang menimbulkan kesalahpahaman, saling tidak percaya
antar penghuni, yang menyebabkan rendahnya tingkat kualitas hubungan dengan
tetangga. Masing-masing mengikuti struktur hubungan antar sesama dan budaya
yang beragam, yang mempengaruhi bagaimana sebuah individu, keluarga dan
tetangga dalam berinteraksi di lingkungannya. Sehingga kadang-kadang
menyulitkan upaya membentuk suatu lembaga yang berbasis pada komunitas atau
upaya-upaya peningkatan kesejahteraan bersama.
6.
Faktor Tata Ruang
Permukiman kumuh merupakan bagian yang
tidak bisa dipisahkan dari struktur kota. Oleh karena itu perancangan suatu
kota harus didasarkan pada daya dukung termasuk daya dukung yang rendah pada
Permukiman kumuh.
7.
Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor
dalam penyebabnya permukiman kumuh karena apabila seseorang mempunyai faktor
pendidikan yang tinggi maka mereka akan memilih perumahan yang tentunya tidak
memiliki dampak negatif seperti dampak negatif yang dimiliki Permukiman kumuh.
DAMPAK PERMUKIMAN KUMUH
- · Menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
- · Pemerintah tidak mampu untuk menyediakan permukiman-permukiman baru karena banyaknya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota sehingga munculah permukiman yang tidak sehat.
- · Banyaknya warga yang menjadi pengangguran.
- · Tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.
- · Wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor.
- · Planologi penertiban bangunan sukar dijalankan.
- · Banjir yang berkepanjangan.
- · Penyakit menular dan kebakaran sering melanda permukiman.
SOLUSI MENGATASI PERMUKIMAN
KUMUH
Pada dasarnya permukiman kumuh tak lepas
dari kemiskinan yang dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok
miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan
institusi penanggulangan kemiskinan. Permukiman kumuh dapat diatasi dengn
solusi sebagai berikut :
- Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
- Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.
- Pembangunan tempat tinggal terpadu vertikal (rumah susun). Warga kumuh kota kerap digusur, dengan adanya solusi bagi mereka selanjutnya. Pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan melakukan relokasi ke kawasan khusus. Tentunya penyediaan rumah susun yang ramah lingkungan untuk disewakan kepada mereka.
- Perbaikan perilaku masyarakat. Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di kota jakarta. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan, persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis instrumen dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi permukiman kumuh di kota tersebut.
- Arsitek dalam perancangan kota. Arsitek juga sebaiknya ikut andil dalam permasalahan ini dengan mengabdi pada masyarakat untuk membenarkan atau memperbaiki infrastruktur dari kawasan. Ikut turun tangan dalam perancangan tata kota, perda dan peraturan-peraturan lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kota
pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami
perkembangan sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial
ekonomi, dan budaya serta interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya.
Namun pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan pembangunan sarana dan
prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan.
Permukiman
kumuh dari kepadatan penduduk akan terus terjadi jika tidak ada perwujudan
perubahan kecil menuju kota yang lebih baik. Permukiman kumuh juga tidak dapat diatasi dengan
pembangunan fisik semata-mata tetapi yang lebih penting mengubah perilaku dan
budaya dari masyarakat di kawasan kumuh. Jadi masyarakat juga harus
menjaga lingkungannya agar tetap bersih, rapi, tertur dan indah. Sehingga akan
tercipta lingkungan yang nyaman, tertib, dan asri.
SUMBER
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_kumuh
- http://perencanaankota.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-pemukiman-kumuh.html
- http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/543/jbptunikompp-gdl-diralazuar-27111-5-unikom_d-i.pdf